Upgrade Kualitas Diri dengan Telaah Trilogi IPNU-IPPNU

Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Berdasarkan hasil riset yang dikeluarkan oleh lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada 18-25 Februari 2019, muslim Indonesia yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki persentase sebesar 49,5%. Sehingga NU termasuk ormas terbesar di Indonesia. Secara struktural Nahdlatul Ulama menaungi beberapa badan otonom, yang mana salah satunya adalah IPNU-IPPNU. Berdirinya IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) di Indonesia salah satunya dipelopori oleh KH. Moh. Tolchah Mansoer. Beliau merupakan ketua umum pertama IPNU. Sedangkan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) diketuai oleh Hj. Umroh Machfudzoh (Ny. Tolchah Mansoer).

IPNU-IPPNU merupakan jenjang kaderisasi yang paling dasar dalam NU. Ibarat NU sebagai rumah yang besar, maka pondasinya adalah IPNU-IPPNU. Agar rumah besar ini berdiri dengan kokoh maka perlu adanya pondasi yang kuat. Perlu ketepatan pemilihan bahan baku serta pengolahan yang tepat dalam membentuk sebuah pondasi. Begitupun dalam Nahdlatul Ulama, jenjang IPNU-IPPNU merupakan tunas awal dalam proses pengenalan serta penguatan akidah Ahlussunnah wal jama’ah an-nahdliyah, yang mana diharapkan kader IPNU-IPPNU nantinya mampu menjadi ujung tombak penerus perjuangan Nahdlatul Ulama.

Bacaan Lainnya

Dalam IPNU-IPPNU tentu kita sudah tidak asing dengan istilah trilogi 3B (Belajar, Berjuang, Bertaqwa). Meskipun tiga kata ini terlihat sederhana namun filosofinya sangat luas. Trilogi ini diawali dengan istilah “belajar.” Tentu dalam proses belajar akan sering menyinggung beragam khazanah keilmuan. Semakin banyak ilmu yang didapat justru potensi untuk upgrade kualitas diri semakin besar. Dimensi belajar merupakan salah satu perwujudan dari proses kaderisasi. Dalam filosofi belajar, KH. Tolchah merupakan sosok kader yang memiliki semangat belajar dan kegigihan yang luar biasa. Beliau bukan hanya mumpuni dalam bidang spiritual, namun juga seorang akademisi yang intelektualitasnya tidak main-main. Bukti konkretnya pada buku yang berjudul “KH. Moh. Tolchah Mansoer, Biografi Professor NU yang terlupakan” dijelaskan bahwa beliau menyandang gelar doktor dalam bidang Hukum Tata Negara di UGM pada 17 Desember 1969. Selain itu beliau juga aktif menulis tentang berbagai persoalan sosial, keagamaan dan pendidikan.

Trilogi yang kedua adalah “berjuang”. Dalam proses berjuang tentu butuh usaha yang lebih untuk mewujudkan tujuan. Ibarat maju di medan perang, perlu persiapan yang matang dan taktik jitu agar bisa memenangkan pertempuran. Istilah berjuang yang diletakkan setelah belajar merupakan penempatan yang sangat tepat. Bila tanpa bekal keilmuan, apa yang akan diperjuangkan? Bagaimana cara membentengi diri dari paradigma – paradigma yang merusak nilai keislaman?. Bahkan mirisnya, di era yang serba digital ini tidak menutup kemungkinan lahan bagi oknum tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan ajaran yang menyimpang dari ahlussunnah wal jama.ah an-nahdliyah semakin terbentang luas. Berjuang merupakan suatu jalan menempuh tujuan. Selain itu berjuang juga merupakan perintah Allah yang termaktub di dalam al-Qur’an : “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri yang tidak mau merubahnya.” (Q.S. Ar-Ra’d : 11)

KH. Tolchah Mansoer pernah berpidato pada muktamar IV IPNU di Yogyakarta. Sepenggal dari pidatonya berisi bahwa “Cita-cita IPNU adalah membentuk manusia berilmu yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam masyarakat”. Dari kutipan tersebut, dewasa ini kita perlu bersemangat untuk tetap berada pada garis perjuangan. Menjadi kader IPNU-IPPNU yang mampu mewujudkan prinsip perjuangan, mendedikasikan diri menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat serta meneguhkan diri dalam  akidah ahlussunnah wal jama’ah an-nahdliyah li I’lai kalimatillah.

Trilogi yang terakhir adalah “bertaqwa”. Segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT. Kita sebagai hamba selayaknya terus berikhtiar dan berdoa, termasuk mendoakan perjuangan dalam organisasi. Dalam menghadapi permasalahan baik dari internal maupun eksternal perlu disikapi dengan sabar, ulet dan kritis yang dilandasi dengan keikhlasan dan ketakwaan. Bila suatu perjuangan dilandasi dengan ketakwaan, Allah SWT akan memudahkan dalam setiap permasalahan dan mencukupi segala kebutuhan hamba-Nya. Sebagai penutup, penulis mengutip salah satu kalam hikmahnya imam al-Ghazali sebagai bentuk motivasi “Semua manusia itu akan celaka kecuali orang yang berilmu. Semua orang yang berilmu akan celaka kecuali orang yang beramal. Semua  orang yang beramal akan celaka kecuali orang yang ikhlas”. Mari tata niat khidmah kita pada NU dengan sebaik-baiknya dan semoga semangat perjuangan ulama-ulama terdahulu senantiasa mengalir pada diri kita. Salam belajar, berjuang, bertaqwa.

Penulis: Putri Kharis Matul Haniya

Editor: Hikmah Imroatul Afifah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *