MALANG-Mengingat beberapa peristiwa kebelakang tentang aksi terorisme, bom bunuh diri di depan gereja katedral Makassar, hingga penyerangan di Mabes Polri. Hal ini membuat BRC (Bravo Reaksi Cepat) mendapatkan analisa secara objektif.
Pihaknya menilai, dalam rangka membendung langkah terorisme di Indonesia, diperlukan cara pandang objektif, karakteristik daerah, serta potensi yang dimiliki dan aspek yang mempengaruhi. Seberapa besar peranan masing-masing instansi terkait, aparat keamanan dan seluruh komponen organisasi masyarakat dari hulu sampai hilir harus sigap tanggap dan selalu waspada terhadap jaringan jaringan terorisme.
Ketua BRC (Bravo Reaksi Cepat) malang raya Suhari mengatakan, eksistensi kelompok teroris sejatinya tidak lepas dari regenerasi yang terus dilakukan dengan merekrut anggota-anggota baru yang disiapkan menjadi martir.
Mereka merekrut anggota dengan berbagai cara, mulai dari pertemuan-pertemuan tertutup hingga propaganda melalui dunia maya. Disanalah proses transformasi mengubah individu dari radikal menjadi teroris berjalan. Ditambah lagi dengan melakukan aksi-aksi yang menurutnya benar itu, padahal hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran agama apapun.
Kemajuan teknologi yang begitu pesat membuat pola radikalisasi modern yang menyebar tanpa banyak tatap muka. Diperkuat dengan melibatkan organisasi yang sebetulnya masih dianggap “abu-abu” terkait keterikatannya dalam terorisme.
Kendati demikian, salah satu strategi yang dapat dijalankan adalah membangun sistem deteksi dini (cegah-tangkal) yang berlapis dengan ujung tombak institusi-institusi, organisasi Masyarakat, pemerintahan di tingkat komunitas (RT/RW, dusun dan kampung).
Jaringan teroris tidak akan bisa beraksi atau membentuk kelompok di daerah tersebut apabila ada kesadaran masyarakat untuk melaporkan adanya gerakan yang mencurigakan. Terutama RT setempat harus mengetahui serta selalu aktif mengontrol adanya warga baru yang masuk di lingkungan dan RT tersebut dan harus lapor 1×24 jam.
Pewarta: Umar Sahid
Editor: Malik