Oleh: K.H. Marzuqi Mustamar
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ المُسْتَعَان وَعَلَيْهِ التُّكْلَان أَشْهَدُ أَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَامُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَفْضَلُ وَلَدِ عَدْنَان, اَللَّهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَاَصْحَابِهِ عَلَى مَمَرِّ اللَّيَاليِ وَالْاَيَّامْ , أَمَّا بَعْدُ. اِخْوَانِي عِبَادَ اللَّهِ اِتَّقُوْا اللَّهَ, اِتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلِاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Kaum muslimin rahimakumullah
31 Januari merupakan tanggal yang sangat bersajarah bagi kita, yaitu peristiwa besar berdirinya Jamiyyah NU (Nahdlatul Ulama) pada 1926. Mengenang berdirinya jamiyyah NU, tentu teringat dengan terbentuknya komete Hijaz yang dipimpin KH. Wahab Hasbullah. Dalam hal ini, bertepatan pada 1924 terjadi penggulingan Raja Syarif Husain, bagian dari kesultanan Turki Usmani, kemudian di tanah Hijaz atau Arab Saudi oleh Raja Ibnu Saud yang beraliran Wahabi, tak urung kejadian ini akan berdampak pada kebebasan berbagai kegiatan amaliah Ahlussunah wal Jamaah yang telah berjalan lama di negeri itu.
Keprihatinan itu juga dirasakan oleh para kiai di Indonesia yang berakidah Ahlussunnah wal Jamaah, ahkirnya dalam proses dan dinamika kalangan kiai sepakat mementuk panitia/komite Hijaz untuk datang ke Pemerintah Arab guna menyampaikan misi para ulama NU. Upaya ini dilakukan agar mereka tidak menghalang-halangi berlangsungnya amaliah Ahlusssunah wal Jamah di sana.
Bersamaan dengan ini, Jamiyyah NU pula dideklarasikan yang dipimpin Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Harus dipahami, bagi para kiai, persoalan ini memang serius karena para kiai atau ulama di pondok pesantren konsisten memegang teguh idiologi Islam Ahlussunah wal Jamaah sebagai way of life (pedoman hidup diyakini kebenaranya) sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw.
عَنْ ابْنِ عُمرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ قال :إِنَّ اللهَ لَايَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلَالَةٍ اَبَدًا َوَيَدُ اللهِ مَعَ الْجمَاعَةِ فَاتَّبِعُوْا السَّوادَ الْأَعْظَمِ . وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِيْ النَّارِ.
“Dari Abdullah bin Umar dari Nabi saw. Beliau bersada: sesungguhnya Allah menjelaskan, tidak menghimpun (berkumpul) ummatku untuk berbuat kesesatan selama-lamanya. Kekuasaan Allah bersama jama’ah, maka ikutilah golangan yang paling banyak (besar), dan barang siapa mengambil sikap sendiri (keluar dari keputusan jamaah sahabat), maka sikap tersebut akan menjadikan dia masuk neraka.”
Kaum muslimin rahimakumullah
Berdirinya Jamiyyah NU merupakan ihktiar untuk membuat gerakan kesadaran yang penting demi kemerdekaan Indonesia secara nasional, tidak lama setelah berdirinya NU, tahun 1928 terjadi peristiwa besar, yakni Sumpah Pemuda sebagai kommitmen bangsa Indonesia, yang berbunyi:
- Berbangsa satu bangsa Indonesia,
- Barbahasa satu bahasa Indonesia,
- Bertanah air satu tanah air Indonesia.
Hal itu merupakan salah satu pengaruh positif dari berdirinya NU terhadap kemerdekan NKRI. Sejarah mencatat Bahwa semua tokoh tokoh NU berperan aktif dalam mengusir penjajah. Para kiai menggelorakan semangat Jihad bilkuwwah demi tegaknya agama dan kedaulatan tanah air dengan motivasi “Hubbul Wathon minal Iman.“ Mbah Hasyim Asy’ary tentu sangat berperan dengan didukung semua santri dan masyarakat untuk melawan tentara Balanda dan sekutu yang ingin menguasai Indonesia. Beliau menegaskan dihadapan masyarakat bahwa hukum membela tanah air adalah fardlu ain bagi setiap ummat, terutama yang ada dalam radius 94 km dari pusat pertempuran, wajib ikut berperang melawan penjajah, peristiwa ini tercatatat dalam momentum Resolosi Jihad NU 22 Oktober 1945.
Demikian pula, Mbah Wahab juga turut berjuang sebagai pimpinan laskar Mujahidin. Kantor MPOe atau Markas Perjuangan Ulama di Waru Sidoarjo merupakan tempat untuk pertemuan dan rapat, kemudian Mbah Bisri Samsuri mengomando perjuangan serta menyusun strategi perang bersama para kiai dan tokoh NU lainnya. Semua secara serentak turun gunung, angkat senjata, dan jihad fi sabilillah demi memerdekakan Indonesia sebagaimana firman Allah Swt. QS. At-Taubah ayat 41.
ٱنفِرُواْ خِفَافٗا وَثِقَالٗا وَجَٰهِدُواْ بِأَمۡوَٰلِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ٤١
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah…” (QS. At-Taubah: 41)
Kaum muslimin rahimakumullah
Latar belakang belakang berdirinya NU salah satunya menginginkan Indonesia merdeka dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka NU beserta semua lembaga dan banomnya tidak boleh berhalangan dengan idiologi Pancasila, apalagi sampai anti NKRI. Kader NU tidak boleh lepas dari NKRI karena Ulama NU yang memprakarsai berdirinya NKRI. Wahasil, sistem ini terbukti membawa Indonesia aman dan damai, rakyat bisa beribadah, belajar, berkarier dan berkarya.
Kader NU harus tegak lurus berkomitmen meneguhkan kembali paham Ahlusunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah sebagai Islam wasatiah (moderat) yang berarti menjaga NKRI. Semua harus sadar bahwa di luar belahan dunia ini masih banyak negara dengan sistem pemerintahan yang berbeda, tetapi tidak mampu memberikan keamanan bagi rakyat, bahkan sampai perang saudara berkepanjangan dan pertumpahan darah.
Lahirnya Jamiyyah NU wajib kita syukuri sebagai nikmat besar dari Allah Swt. bagi bangsa Indonesia dan umat manusia. Organisasi yang didirikan para wali Allah melalui proses panjang sebagai salah satu bentuk ikhtiar para kiai untuk mewujudkan wadah ummat Islam menuju keselamatan dunia akhirat, membawa misi Islam Nusantara, Islam rahmatan lil alamin, berkarakter damai, tasamuh (toleransi), tawasut (moderat), dan tawazzun (seimbang). Bukan Islam radikal yang menghalalkan terorisme, sering mengafirkan, dan membid’ahkan orang di luar golonganya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَٱلۡعَصۡرِ ١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣