Menjadi Santri

ilustrasi santri (dok. newsmedia.co.id)

Oleh: Muhammad ‘Ariiq Naufal

Banyak orang yang berpikir bahwa menjadi santri adalah suatu hal yang sangat menakutkan sehingga mereka takut untuk belajar di pesantren. Mereka akan berpikir bahwa mereka akan terikat oleh banyak peraturan, selalu bangun pagi, disiplin, hukuman, dan masih banyak lagi. Mungkin dulu aku adalah salah satu yang berpikiran seperti mereka, aku selalu menolak jika membayangkan bagaimana hidup di pesantren.

Bacaan Lainnya

Namun, sepertinya takdir berkata lain, aku yang tadinya bercita-cita setelah lulus SD ingin masuk SMP yang favorit, dan itu hampir tercapai karena sudah daftar dan diterima, tinggal beberapa hari saja masuk. Semua impian itu hangus. Karena tiba-tiba orang tuaku menawari untuk masuk pesantren, aku tak tahu apa yang di pikiran orang tuaku. Tetapi, entah apa juga yang ada di pikiranku, mungkin hal baru itu menyenangkan dan akhirnya aku menyetujuinya.

Orang tuaku meminta saran kepada temannya agar menunjukkan pesantren yang bagus, dan akhirnya disarankan untuk nyantri di salah satu pesantren yang ada di daerah Dukun, Gresik. Aku pun mendaftar, tes dan ternyata lulus, dulunya aku yang enggan masuk pesantren, malah berhasil membuatku merasakan enam tahun yang penuh warna warni dan masuk ke dunia yang banyak tantangan, sekali lagi Takdir berkata lain saat itu.

Mulai saat itu hiduku berputar 180 derajat yang membawaku ke dunia yang baru, merasakan hal-hal yang tak pernah terpikirkan dalam benakku, suka duka kulewati, antara dendam dan kasih sayang, antara perbedaan dan persamaan, sadar akan banyak hal, setiap hari nasehat menyelimuti hati, banyak pemikiran hebat yang kuterima dan itu semua berasal dari para ustadz yang hebat pula, setiap dari mereka membawa cita-cita dan misi yang ingin mereka tanam di setiap hati para santri mereka, tetapi terkadang pahitnya hukuman harus kurasakan. Tapi semua itu terobati ketika bertemu lagi dengan teman-teman yang siap menghangatkan suasana dengan canda dan tawa, serta obrolan-obrolan ngalor ngidul sambil nyemil. Seluruh hukuman itu bukti kepedulian para ustadz terhadap santri-santrinya.

Banyak warna warni kehidupan yang kurasakan saat itu, kadang ku berpikir jika tak pernah menerima tawaran orang tuaku, entah apa yang kulakukan sekarang jika aku tidak pernah melawan rasa takutku, mungkin aku tak pernah melewati pengalaman hebat yang tak akan terlupakan sepanjang hidup ini. Maka mulai sekarang jangan takut jika ingin menjadi santri, di manapun itu dan menjadi santri itu tidak harus di pesantren, selama masih belajar ilmu agama islam itulah santri. Tetapi, sekali kali rasakanlah nikmatnya mondok.

Bagiku sampai sekarang sistem pendidikan terbaik adalah pesantren, disana kita bisa langsung berhadapan dengan para ustadz, bertanya dan mengadukan segala permasalahan kita, juga berhadapan dengan teman-teman yang tentu sifatnya berbeda beda. Dan di sana kita bisa melatih mental, pondasi, dan pegangan dalam hidup. Jadi tidak pelajaran berupa materi saja yang kita bawa pulang, tapi pelajaran bagaimana kita menyikapi hidup ini.

Waktu ini seakan cepat bergulir, aku yang dulu tak punya hafalan, kini seakan punya tabungan yang sangat berharga untuk masa depan, yang dulunya tak pernah terbayangkan menginjak tanah Dukun ini, kini sudah akan meninggalkannya, dengan senyuman manis dan kenangan terindah, dengan meneteskan bulir-bulir air mata bahagia dan haru, aku selalu bersyukur terpilih untuk singgah sebentar di tempat ini.

Sebelum pada akhirnya kaki ini melangkah perlahan pergi, harapanku hanya satu. Semoga ilmu ini menjadi ilmu yang berkah. Hidup ini tidak mudah, butuh waktu untuk menjalaninya, tak semua yang kita inginkan tercapai. Jika ingin bisa, maka kita harus berusaha dan tetap yakinlah semua dari kita bisa, karena jika dipaksa nanti akan terbiasa, lalu bisa dan akhirnya biasa tanpa mengurangi panjatan doa kepada Rabb kita.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *