JAKARTA – Khilafatul Islamiyah menjadi kata kunci yang paling dicari beberapa hari ini. Bagaimana tidak, organisasi tersebut menjadi terkenal setelah video konvoi kampanye penegakkan khilafah mencuat di pelbagai daerah seperti Jakarta, Jawa barat, dan Jawa tengah.
Kemunculan Khilafatul Islamiyah seolah menjadi percikan api kepada mereka yang kontra dengan gerakan khilafah. Sebab, kampanye tersebut sudah berakhir sejak HTI dan FPI-sang pelopor pendirian negara khilafah- disuntuk mati oleh pemerintah 2018 dan 2020 lalu.
Khilafatul Islamiyah berdiri sejak 18 Juli 1997. Organisasi ini dipimpin oleh seorang khalifah atau amirul mu’minin yang bernama Abdul Qadir Hasan Baraja.
Ia adalah mantan tokoh Negara Islam Indonesia (NII). Eks Anggota NII berdiaspora di banyak ormas Islam lainnya, seperti Gafatar, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Khilafatul Muslimin juga sama yang kelahirannya dibidani para mantan elite NII.
Khilafatul Muslimin ini berasaskan Islam dan kemerdekaan. Adapun tujuan pendirian organisasi ini untuk menyejahterakan umat manusia melalui ajaran Allah dan Rasulnya.
Berbeda dengan HTI yang ingin mendirikan negara islam melalui kempimpinan khilafah. Organisasi ini menganut Berkhilafah adalah berjama’ah yakni menyatukan ummat dalam sistem Islam yang bersifat universal tanpa batas toritorial kebangsaan. Jadi bukan sebuah negara. Berjama ‘ah adalah ibadah. Didalam NKRI setiap orang diberi kebebasan melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
“Justru keinginan kami bisa audiensi, bisa tukar pikiran dan pendapat bahwa kami khilafah bukan merebut kekuasaan, bukan bicara berkuasa,” kata Abudan dilansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (31/5).
“Kita ingin beribadah tujuannya. Bukan ganggu ketertiban dan keamanan. Enggak ada mengganggu NKRI,” tambahnya.
Pimpinan atau disebut Amir Daulah Khilafatul Muslimin Sumbawa Barat, Zulkifli Rahman Al Khateeb mengatakan bahwa penafsiran organisasinya terhadap khilafah berbeda dengan HTI. Kelompoknya sama sekali tidak berniat untuk mendirikan negara Islam seperti yang digaungkan oleh HTI.
“Ada yang bertanya ke saya bukannya Khilafah itu dilarang? kata saya yang dilarang itu HTI karena memaknai Khilafah adalah sebuah negara, jadi ingin membentuk negara Khilafah di dalam negara. Pemahaman ini salah kaprah, Khilafah adalah jama’ah, sistem kepemimpinan ummat Islam sedunia, maka kita terus memahamkan ummat ini agar tidak salah kaprah,” sambungnya.
“Khilafah itu mirip sistem kepemimpinan orang Katholik sedunia dengan Kepausannya di Vatikan, Khilafah bukan negara,” tegas Zulkifli dikutip dari laman Khilafatul Muslimin, Selasa (31/5).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa tujuan umat Islam bersatu dalam khilafah agar masuk surganya Allah. Tidak ada tujuan lain, apalagi merebut kekuasaan untuk mendirikan negara Islam.
“Bagaimana Islam yang rahmatan lil ‘alamin ini ingin merebut kekuasaan, merebut pecinya orang saja sudah tidak rahmatan lil ‘alamin. Maka Khilafatul Muslimin ini tidak ada urusan dengan kekuasaan,” tegas Zulkifli.
Hal senada juga disampaikan oleh Amir Daulah Khilafatul Muslimin Tegal Ustadz Ali Jamroni. Dia menegaskan bahwa organisasinya tidak bertujuan untuk membuat negara, apalagi menghancurkan NKRI. Bahkan, kelompoknya itu mengakui Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
“Kalau saya warga negara ini (Indonesia) untuk apa saya anti dengan Pancasila, kami tidak anti! Karena kami tidak ada anti-anti,” tegasnya.
Khilafatul Muslimin Mendukung ISIS
Kekhalifahan yang dipimpinnya, menurut Hasan Baraja, bukan organisasi umum. Ada 1001 macam organisasi yang mengatasnamakan Islam. Namun, organisasi yang sah menurut Alquran dan Sunah adalah organisasi yang dalam sistem Islam itu sendiri, yakni organisasi dalam sistem kekhalifahan. Hasan Baraja mengaku, setelah kehancuran kekhalifahan Utsmani di Turki, tidak ada lagi kekhalifahan yang berdiri lebih dari Khilafatul Muslimin. Menurutnya, jemaahnya sebanyak kurang lebih 10.000 orang.
Kendati mengaku bukan sebagai organisasi pemberontak, namun kenyataannya seperti yang di-posting di lamannya, Khilafatul Muslimin dalam deklarasinya tampak menyambut baik munculnya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Suriah.
“Dengan apa yang baru saja terjadi di Syam (Suriah), inilah sikap Khilafatul Muslimin yang berpusat di Indonesia. Kami menyambut gembira dan bersyukur atas pendeklarasian khilafah yang berpusat di Syam. Kami ucapkan selamat kepada kaum muslimin di Syam khususnya, dan kaum muslimin dunia umumnya. Semoga ini menjadi awal terwujudnya Izzatul Islam wal Muslimin seluruhnya.” ujar postingan dalam Web tersebut.
Berikut Poin dukungan Organisasi Khilafatul Muslimin kepada kekhalifahan ISIS Al baghdadi :
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillah, Wa syukurillah, Laa Hawla Walaa Quwwata illa billah..
Telah kita dengar dan saksikan bersama, kabar yang membuat gembira kaum muslimin sekaligus membuat sesak dada orang-orang kafir dan munafik.
Pada tanggal 1 Ramadhan yang lalu, Khilafah Islamiyyah telah dideklarasikan oleh saudara-saudara kita di Syam, para mujahid dari Daulah Islam yang telah membuktikan niatnya dengan amal nyata. Melalui juru bicara nya, Abu Muhammad Al-Adnany -semoga Allah menjaganya-, yang mengumumkan pendirian Khilafah Islam, dengan mengangkat serta membai’at Asy Syaikh Ibrahim Ibn Awwad (Abu Bakr Al Baghdady) sebagai Khalifah.
Sepatutnya kita sebagai Muslim merasakan kebahagiaan dan bersyukur atas kabar ini. Sebagaimana kebahagiaan suadara-saudara kita, kaum muslimin di pusat pemerintahan Khilafah di Syam ini, Raqqah, dalam menyambut kabar ini. Semoga keberkahan dalam bulan suci Ramadhan ini, semakin bertambah keberkahannya sebagai permulaan Aamul Jama’ah kedua, bagi seluruh kaum muslimin di dunia dibawah satu kepemimpinan Islam, Khilafah Islamiyyah.
Selanjutnya, telah kita ketahui bersama, Kekhalifahan Islam (Khilafatul Muslimin) yang berpusat di Bandar Lampung, Indonesia, telah di maklumatkan/deklarasikan bagi kaum muslimin di seluruh dunia sejak 13 Rabi’ul Awwal 1418 H (18/07/1997) dengan membai’at Asy Syaikh Abdul Qadir Hasan Baraja’ sebagai Khalifah
Ribuan kaum muslimin telah berbai’at dihadapannya untuk senantiasa siap mendengar dan tha’at, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Beberapa sarana pelayanan ummatpun telah dipelopori secara mandiri dengan tetap menjaga kemurnian tauhid, barra (berlepas diri) terhadap sistem thaghut.
Dengan keadaan ini, dan dengan apa yang baru saja terjadi di Syam, maka inilah sikap Kekhalifahan Islam (Khilafatul Muslimin) yang berpusat di Indonesia:
Kami menyambut gembira dan bersyukur atas pendeklarasian Khilafah yang berpusat di Syam. Kami ucapkan selamat kepada kaum muslimin di Syam khususnya, dan kaum muslimin dunia umumnya. Semoga ini menjadi awal terwujudnya Izzatul Islam wal Muslimin seluruhnya.
Pro dan kontra atas Kekhalifahan yang baru di deklarasikan di Syam, adalah hal yang wajar. Kami mengambil sikap awal untuk mengakui Syah nya deklarasi ini, dengan beberapa pertimbangan yang akan kami tindak lanjuti kemudian.
Kepada warga kekhalifahan Islam (Khilafatul Muslimin) yang berpusat di Indonesia:
Tetap perkokoh ketha’atan, jauhi perdebatan dan prasangka. Sungguh sikap mendengar dan tha’at adalah lebih selamat daripada prasangka dan perdebatan yang tidak akan bisa melahirkan kebijakan apapun untuk kita sikapi, hingga datang keputusan dari pusat kekhalifahan Islam (khilafatul Muslimin).
Kepada kaum muslimin umumnya:
Berbahagialah, dan bersegeralah menentukan sikap. Kekhalifahan bukan hanya soal kesiapan ummat, ia merupakan kewajiban dari Allah kepada kita untuk bersatu. Yang dengannya Izzatu Islam Wal Muslimin akan terwujud. Karenanya pula kita akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Rabbul ‘Alamin kelak.
Sungguh perpecahan dikalangan kaum muslimin adalah hal yang sangat melelahkan dan membosankan, tidak akan pernah menyelesaikan persoalan ummat. Dan sungguh, kejayaan yang dicapai kaum muslimin di masa lalu adalah karena mereka mampu mempertahankan keutuhan ummat dibawah sistem Khilafah dengan membuktikan sam’an wa tha’atan kepada Ulil Amri mereka, Khalifah mereka.
Kepada Khilafah Islam yang berpusat di Syam, yang baru saja di deklarasikan:
Sungguh telah berlalu teladan bagi kita dari ummat terdahulu, kalangan para sahabat radhiallahuanhum dan salafusshalih, terkait terjadinya dua kepemimpinan (Khalifah) kaum muslimin. Sebagaimana Ali dan Mu’awiyyah radhiallahuanhuma, atau Hasan Ibn Ali dengan Muawwiyah radhiallahuanhuma.Dengan kondisi kita hari ini, maka ketahuilah: Betapapun saat ini kami berpegang pada bai’at awwal kepada Khalifah yang lebih awwal (di bai’at), namun kami meyakini penuh bahwa persatuan kaum muslimin dibawah satu kepemimpinan (Khalifah) adalah sebuah kewajiban mutlak kaum muslimin, baik dalam keadaan lemah maupun dalam keadaan kuat.Karena itu, wajib bagi kita untuk mendahulukan kewajiban yang penting ini melebihi urusan-urusan lainnya. Sebagaimana para sahabat radhiallahuanhum yang mengedepankan membai’at Abu Bakr Assidiq sebagai pemimpin tunggal seraya tidak memberikan peluang bagi adanya kepemimpinan masing-masing antara Muhajirin dan Anshar.Untuk itu, kami akan meminta pendapat kalian tentang hal ini. Semoga Allah memudahkan urusan ini.
Kepada faksi-faksi dan tandzim-tandzim mujahidin, khususnya di Syam:
Kembali kami ingatkan, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh saudara kami, Abu Muhammad Al-Adnany, inilah satu-satunya solusi dari berbagai macam persoalan dan fitnah. Dan solusi itu kini telah dihadirkan, maka bersegeralah kalian berkumpul pada Khilafah.Sungguh kami tidak meragukan kesungguhan kalian dalam jihad, kesungguhan kalian dalam iqamatuddin. Ingatlah bagaimana Allah memerintahkan, An aqimuddin Walaa tatafarraqu fiyhi, tegakkan Dien dan jangan berpecahbelah dalam menegakkannya! Sungguh tidak akan kalian temukan tempat bersatu yang syar’i selain dari Khilafah.Maka Berjihadlah dengan persatuan, tegakkan Din ini seraya bersatu dalam kekhalifahan yang kalian telah melihatnya.