Pada Muktamar IPNU IV di Yogyakarta pada tanggal 11 Februari 1961, terjadi sebuah momen yang sangat berkesan. Terdapat sebuah petikan indah dari Prof. Dr. KH. Tolchah Mansoer, S.H. (Ketua IPNU pertama) dalam sambutannya.
Tjita2 daripada Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ialah membentuk manusia jang berilmu, tetapi bukan manusia calon kasta elite dalam masyarakat. Tidak. Kita menginginkan masyarakat jang berilmu. Tetapi jang dekat dengan masyarakat.
Dalam sambutannya tersebut, Kiai Tolchah menegaskan bahwa poin yang paling penting dari berdirinya IPNU adalah berorientasi pada dua arus utama: intelektualitas dan responsibilitas. Tentu saja dalam hal ini tidak diterapkan di IPNU saja, tetapi juga menyangkut IPPNU yang sama-sama menjadi banom untuk pelajar NU. Tujuan primer kaderisasi IPNU dan IPPNU harus ditujukan untuk meraih dua kompetensi di atas.
Yang pertama adalah intelektualitas. Tidak dapat dipungkiri sejak zaman awal berdirinya, NU sampai sekarang sudah sangat banyak orang dari kalangan pesantren. Seiring perkembangan zaman, segala aspek kehidupan pun ikut berkembang. Dalam menyikapi perkembangan zaman, NU membutuhkan pelajar NU yang intelektual, tidak hanya pandai dalam ilmu agama, tetapi juga ilmu lainnya. Untuk itulah, diperlukan kader-kader IPNU dan IPPNU yang cakap di segala lini kehidupan.
Sambutan yang disampaikan oleh Kiai Tolchah Mansoer bisa menyiratkan harapan jangka panjang yang ada pada benak Ketua IPNU pertama tersebut. Kiai Tolchah Mansoer membayangkan di masa depan kelak, akan banyak ulama-ulama intelektual yang lahir dari IPNU dan IPPNU. Kelak akan lahir ulama-ulama yang tidak hanya ahli di bidang agama, tetapi juga ahli di bidang sains, teknologi, ekonomi, hukum, dan banyak lagi bidang ilmu lainnya. Sama seperti Kiai Tolchah Mansoer yang merupakan seorang ulama dan juga profesor yang ahli pada bidang ilmu Hukum Tata Negara. Ketika hal itu terjadi, IPNU dan IPPNU sebagai kader NU mampu mengisi posisi strategis di setiap lini kehidupan. Betapa hebatnya NU, ketika IPNU dan IPPNU mampu menjadi jawaban terhadap segala problematika pada masa depan. Untuk itulah, kita sebagai kader IPNU dan IPPNU harus menjadi pribadi yang selalu giat dan semangat untuk belajar. Jangan sampai faktor ekonomi atau faktor lain yang sebenarnya mampu kita atasi, menjadi penghalang agar kita terus belajar.
Yang kedua adalah responsibilitas. Nahdlatul Ulama adalah organisasi islam kemasyarakatan yang dekat dengan masyarakat. IPNU dan IPPNU sebagai anak dari NU juga harus dekat dengan masyarakat. Kita sebagai kader IPNU dan IPPNU juga harus mampu ikut andil dan berperan dalam mengatasi masalah-masalah dalam masyarakat.
Jika dikaitkan dengan IPNU dan IPPNU masa kini, jangan sampai kita sebagai kader IPNU dan IPPNU –yang dalam masyarakat merupakan orang yang berpendidikan—malah jauh dari masyarakat. Jangan sampai arah dan program dari IPNU dan IPPNU hanya berfokus pada branding organisasi saja, tetapi juga harus ada kegiatan-kegiatan yang menunjukkan peran kita di lingkungan masyarakat. Contohnya adalah bakti sosial, peduli bencana, santunan, dan sebagainya. Bahkan ikut membantu membersihkan masjid dan mushola sudah termasuk bentuk kepedulian kepada masyarakat.
Selain itu juga, kita sebagai pelajar NU yang berproses di IPNU dan IPPNU memang akan kembali ke masyarakat. Jangan sampai kita merasa bahwa kita sudah mempunyai kasta yang tinggi dalam masyarakat hanya karena kita memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Banyak ditemui orang-orang yang berasal dari desa pergi merantau ke kota untuk mengenyam pendidikan tinggi. Saat sudah menjadi orang yang dapat dikatakan berhasil, mereka melupakan desa tempat ia berawal, merasa bahwa mereka sudah bukan kelasnya untuk berbaur dengan masyarakat. Atau bahkan merasa malu untuk berbaur dengan masyarakat. Jangan sampai kita sebagai kader IPNU dan IPPNU seperti itu. Kita hanya lebih beruntung diberi kesempatan oleh Allah untuk mengenyam bangku pendidikan yang lebih tinggi. Kita tetap harus mampu membaur dan mempunyai peran di dalam masyarakat. Tak lupa tetap tonjolkan nilai-nilai dan perilaku yang baik dari seorang kader IPNU dan IPPNU.
Penulis: Muhammad Selamet Rifa’i – PKPT IPNU Universitas Negeri Semarang
Editor: Hikmah Imroatul Afifah