[لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ]. الكافرون: 6
Ayat ini banyak digunakan sebagai salah satu prinsip toleransi beragama. Namun, menurut al-Qurthubi, ayat ini sekaligus mengandung peringatan bagi orang kafir.
Hal ini senada dengan firman Allah:
لَنَآ أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ .القصص: 55
“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. al-Qashash: 55)
Maka, “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” bermakna “jika kalian rela dengan agama kalian maka kami juga telah rela dengan agama kami.” Ayat ini turun sebelum turunnya ayat perintah untuk berperang. Karenanya kemudian ayat ini di-nasakh dengan ayat perang.
Menurut pendapat lain, seluruh surat al-Kafirun di-nasakh. Namun pendapat lain menyatakan, tidak ada satu ayatpun dari surat ini yang dihapus. Arti “bagimu agamamu” adalah: bagi kalian balasan agama kalian dan bagiku balasan agamaku. “Agamamu” menggunakan kata dien(agama), karena mereka mengikuti keyakinannya sebagai dien atau agama.
Ulama tafsir saat menjelaskan seluruh ayat pada Surat al-Kafirun menyatakan, “Itu adalah penafian setelah penafian. Penegasan setelah penegasan. Penguat setelah penguat.”
Dalam ayat pertama Allah menyebut mereka dengan kalimat “Wahai orang-orang kafir.” Ini adalah panggilan yang sesuai dengan hakikat mereka. Karena mereka tidak hidup di atas agama apapun. Mereka juga tidak beriman. Mereka adalah orang-orang kafir.
Ayat terakhir dalam Surat al-Kafirun ini sepadan dengan firman Allah dalam Surat Yunus ayat 41 dan Surat al-Baqarah ayat 139 berikut ini:
أَنتُمْ بَرِيۤئُونَ مِمَّآ أَعْمَلُ وَأَنَاْ بَرِيۤءٌ مِّمَّا تَعْمَلُونَ
“Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Yunus: 41)
وَلَنَآ أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu.” (QS. 2:139)
Ayat-ayat di atas bukan merupakan pengakuan terhadap agama yang mereka anut. Namun sebaliknya, merupakan ancaman bagi mereka. Hal ini sama dengan makna firman Allah dalam Surat al-Kahfi ayat 29:
وَقُلِ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَاراً أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. (QS. Al-Kahfi: 29)
Dalam surat ini, sebut al-Syinqithi, terdapat dasar dan batasan rekonsiliasi, yakni tidak diterima dan tidak dibenarkannya penyatuan agama-agama. Konsep “penggabungan ibadah” yang ditawarkan oleh orang-orang kafir itu, dalam istilah manthiq disebut dengan “solusi tengah untuk kemungkinan adanya yang benar pada salah satu pihak.”
Namun dengan tegas jalan tengah ini ditolak. Karena “solusi” yang ditawarkan oleh orang-orang kafir itu sama saja dengan menyamakan yang hak dengan yang batil, menggantungkan masalah, melegitimasi kebatilan, meskipun Rasulullah hanya menyetujuinya untuk sementara waktu.
Dengan demikian, meski ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang ajaran toleransi, namun bila diperhatikan lanjutan dari ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa masalah akidah tidak bisa dikorbankan dengan alasan toleransi. Meski di dunia, dalam kehidupan sosial, antara muslim dan non-muslim hidup berdampingan, namun di akhirat balasan dan ganjaran bagi kedua pihak itu tidaklah sama.
Allah berfirman:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ. سبأ: 24، 25
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan dari bumi.’ Katakanlah: ‘Allah,’ dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Saba: 24-26)
Menurut al-Qurthubi, inilah puncak argumentasi. Sama seperti orang yang mengatakan, “Salah seorang di antara kita berbohong.” Dalam saat yang sama dia yakin bahwa dia benar dan lawan bicaranya berbohong.
Makna ayat di atas adalah, “Kami dan kalian tidak sama. Kami dan kalian berada pada dua perkara yang berlawanan. Satu pihak diberi petunjuk dan itu adalah kami, dan pihak lain sesat dan itu adalah kalian.” (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, jilid 9, hal 132).
Wallahu a’lam bish-shawab.
KH. Dr. Faris Khoirul Anam ( pengasuh pondok pesantren Darul Faqih pandanlandung wagir malang)
Hey very interesting blog!