Literasi, Numerasi dan Karakter: Modal Menjadi Manusia Seutuhnya

Oleh Dr. Muhammad Yunus, M.Pd


Ada hal menarik yang disampaikan oleh Mendikbud, Nadhim Makarim, dalam launching panduan orangtua SD dampingi Belajar dari Rumah di TVRI, Senin, 9 November 2020. Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali menyuguhkan tayangan program Belajar dari Rumah (BDR) di TVRI sebagai alternatif kegiatan pembelajaran selama masa pandemi Covid-19 (Kompas.com, 9/11/2020).

Bacaan Lainnya

Tekanan kegiatan BDR ini adalah dalam rangka mengfasilitasi siswa pendidikan dasar untuk meningkatkan kemampuan tiga hal: literasi, numerasi, dan karakter. Kemendikbud berhasil menyusun semacam prosedur standar yang bisa dilakukan oleh orang tua siswa dalam mendampingi proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Meskipun ini adalah suplemen materi yang dilakukan oleh Kemendikbud, perubahan dalam hal literasi, numerasi, dan karakter sangat dibutuhkan, terkhusus dalam kondisi new normal life ini dimana siswa masih belum bisa berinteraksi langsung dengan guru yang artinya siswa tidak mendapatkan sentuhan pendidikan langsung dari guru sebagai perwakilan orang tua dalam mendidik generasi bangsa.

Meskipun 3 hal diatas bukanlah isu baru, namun pengulangan untuk mengingatkan akan pentingnya 3 hal ini untuk siswa pendidikan dasar adalah modal utama untuk mengasah pengetahuan yang lebih luas. Literasi adalah kunci segala hal. Tanpa kemampuan dan budaya literasi yang kuat rasanya sulit sekali menggapai kesuksesan. Giat literasi adalah sejatinya proses pembelajaran. Literasi yang dalam hal ini harus dimaknai luas bukan hanya sekedar tulis dan baca, tapi segala aspek yang bisa ditangkap melalui proses interasi dengan dunia tulisan dan berbicara yang keduanya disebut dengan teks.

Giat literasi di Indonesia memang belum membanggakan. Budaya literasi dalam makna membaca masih sangat minim dalam konteks Indonesia. Padahal jika kita telaah lebih jauh ke sejarah nusantara ini, sungguh nusantara ini memiliki budaya literasi yang sangat tinggi. Berbagai kerajaan besar di nusantara ini meninggalkan warisan literasi yang sangat mengagumkan. Tapi kenapa budaya tersebut seakan putus pada generasi saat ini. Apakah saat ini jumlah penduduk yang begitu besar mengakibatkan porsentase literasi menjadi sangat kecil atau memang ada usaha sistematis dari pihak-pihak yang tidak menginginkan Indonesia menjadi negara besar dengan menciptakan budaya tertentu sehingga budaya literasi yang semestinya langgeng menjadi tergurus dengan budaya tandingan tersebut? Tentu jawabnya dapat sangat bervariasi. Pemerintah Indonesia melalui kemendikbud rupanya sangat paham itu. Daripada terjebak pada perdebatan yang akhirnya memunculkan kambing hitam, lebih baik dengan segera mencari solusi jitu untuk terus menggairahkan literasi ini. Karena menurut Mendikbud tidak ada kata terlambat dalam berbuat baik, dan bangunan bangsa dengan menciptakan budaya literasi memang membutuhkan waktu yang sangat panjang. Inilah yang kemudian melahirkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Sementara membangun budaya literasi terus didengungkan, numerasi adalah kemampuan dasar lainnya yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk siap menjadi warga negara yang baik. Numerasi adalah modal luar biasa dalam rangka mempersiapkan ilmu pengetahuan lainnya, seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dan ilmu pengetahuan lainnya. Kemampuan numerasi akan mengantarkan peserta didik berfikir sistematis dan mengajarkan pemecahan masalah melalui konsep yang to the point (straight forward) pada masalah yang dihadapi. Maka kemampuan numerasi ditopang dengan literasi yang baik akan mempu mengantarkan seseorang memiliki modal besar dalam menguasai ilmu pengetahuan yang ada. Maka modal dasar inilah yang harus ditanamkan kepada pesertad didik di jenjang pendidikan dasar. Inilah kenapa peserta didik di pendidikan dasar banyak diberikan penekanan pada literasi dan numerasi karena inilah modal dasar yang sangat penting untuk penguasaan iptek di jenjang pendidikan berikutnya.

Ketiga ini adalah modal untuk menjadi orang benar. Menguasai literasi dan numerasi hanya akan mengantarkan seseorang menjadi orang pinter. Tapi tidak cukup untuk menjadi orang benar. Maka peserta didik harus diantarkan menjadi orang pinter dan benar. Inilah keseimbangan pendidikan itu. Maka pokok berikutnya adalah karakter atau akhlakul karimah.

Mereka yang menguasai literasi dan numerasi yang baik akan mampu meraih pendidikan tinggi dan dengan gelar tertentu. Namun jika tidak ditopang dengan karakter yang memadai maka akan menimbulkan kerusakan dikemudian hari. Maka literasi, numerasi harus didukung dengan karakter yang kuat. Pendidikan karakter harus dibangun sejak didini melalui contoh dan doktrin yang ada. Mendidik karakter bukanlah pekerjaan instan seperti membuat hidangan cepat saji. Akan tetapi harus dilakukan sinergitas antara sekolah atau lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Uswah dari lingkungan sekitar dan terus menerus melakukan habituasi kepada peserta didik akan mampu mengantarkan peserta didik menjadi orang pinter dan benar tersebut. Karakter mereka akan tertanam dengan baik sehingga akan menjadi orang yang siap mengarungi bahtera kehidupan.

Maka program pemerintah melalui Belajar dari Rumah (BDR) dan SOP untuk para orang tua dalam rangka mendorong peserta didik menguasai literasi, numerasi, dan karakter harus didukung penuh. Ikhtiar ini akan melahirkan generasi emas jika kita serius mengikuti program tersebut.

Sumber: eurodiaconia.org

Dr. Muhammad Yunus, M.Pd. (Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam Malang. Pengurus PW LP Maarif NU Jawa Timur)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *