Guru, Amankan Dapurnya Nyamankan Hatinya

Oleh: Evi Ghozaly

Harusnya saya masih di Jakarta untuk mengikuti FGD Pra Rakernas LP Maarif PBNU 21-23 Juni 2022, lanjut ke Bandung nderek mendampingi kegiatan Program Organisasi Penggerak jenjang SMP 25-26 Juni 2022. Buat saya, kedua acara tersebut sangat penting.

Bacaan Lainnya

Tapi terpaksa ijin karena hendak menyambut tamu dari Malang. Adik kakak kandung sekaligus guru kehidupan saya akan berkunjung ke gubuk kami di Lampung. Silaturrahim yang sangat saya harapkan sejak lama, karena beliau-beliaulah pengganti kedua orang tua saya.

::

Selama menunggu tamu, dua hari ini saya manfaatkan waktu untuk ikut melihat persiapan penerimaan santri baru dan nderek proses wawancara akhir calon guru di dua lembaga dalam naungan yayasan AH, Pelangi dan PPM. Annida. Karena sudah melewati beberapa tahapan tes, saya tinggal ngulik bab komitmen dan poin lain yang tidak kejaring oleh alat ukur pada tes sebelumnya.

Sejak perjalanan menuju lokasi saya terus merapal doa dan sholawat, agar Allah memberi petunjuk siapa-siapa yang kami terima untuk bergabung di lembaga ini. Ya, ini salah satu langkah penentu. Karena guru yang baik adalah anugrah terindah bagi setiap lembaga. Karena guru yang baik adalah ujung tombak berjalannya sistem dan manajemen setiap satuan pendidikan. Karena guru yang baik adalah amanah sekaligus rizki bagi setiap sekolah.

::

Memang. Guru yang baik mungkin bukan yang paling pintar. Belum tentu yang berpenampilan paling kereeen. Bisa jadi bukan yang paling bisa menyenangkan orang lain. Mungkin bukan yang paling perfect. Tapi guru yang baik, sudah pasti yang mau berkomitmen menjalankan semua amanah, mau maju dan berkembang bersama, kuat azzamnya untuk berkontribusi positif, tidak meludah di gelas tempatnya minum, menjaga nama baik semua, menjadi lantaran berkah bagi murid, sesama guru, lembaga dan orang tua murid. Satu lagi, guru yang baik adalah yang mau mendoakan sekolahnya. Mau mendoakan santri, murid dan semua.

Eh ini tidak bisa tiba-tiba kan? Kesetiaan dan saling percaya tentu harus diikhtiarkan. Seperti konsep mubadalah dalam melanggengkan pasangan, harus ada kesalingan.

Mengingatkan setiap saat agar guru tulus mendidik, memang kudu dilakukan ya. Tapi membuat guru merasa woke juga harus diupayakan.

Nasehat, “Mengajarlah dengan hati. Mendidiklah dengan cinta. Jangan pernah bekerja karena uang. Rizki sudah diatur yang Maha Kuasa. Selesaikan saja tugasmu dengan baik, selebihnya biarkan Allah yang mengatur,” adalah nasehat untuk para guru.

Tapi ngendikan Kang Munif Chatib dan Prof. Ibrahim Bafadal, nasehat untuk pengelola ya harus berbeda, “Guru adalah aset utama di tiap lembaga. Maka, amankan dapurnya, nyamankan hatinya.”

Lho, di lembaga Islam kok ngomongin gaji tho. Nggak pantes. Nggak ilok. Di mana ruh perjuangan dan keikhlasan?

::

Insya Allah kapan-kapan saya mau nulis lanjutan tulisan ini, berdasarkan pengalaman mendampingi sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren selama 15 tahun terakhir. Bocoran aja ya. Cerita selanjutnya adalah nyata, makanya saya sebut nama lembaga, tentu dengan ijin –

Bisakah guru sejahtera dengan SPP yang kecil? Bisa, insyaAllah. Ada pesantren yang kiainya pantang menolak santri apapun kondisinya, bahkan dilarang menagih uang syahriah untuk santri tak mampu. Puluhan santri digratiskan. Sempat munyer mikir bagaimana caranya kebutuhan pesantren terpenuhi, tapi mereka tetap bertahan dengan tenang. Alhamdulillah, saat ini ada banyak santri yang mendapat beasiswa mulai TK, MI, MTs, MA hingga kuliah S1 dan S2. Cerita tentang gedhubrakan-nya saya di bulan pertama mendampingi Ypp Miftahul Ulum, tapi bisa bersyukur dan tertawa bahagia pada bulan-bulan selanjutnya. Biaunillah. Kesungguhan pengasuh, kekompakan semua pengurus dan guru, dan doa-doa yang terlantun setiap waktu. Alhamdulillah.

Ada cerita unik saat saya ikut ngipas dan mbakar Dik Faris Khoirul Anam agar Pesantren Darul Faqih Pandan Landung Wagir Malang segera mendirikan sekolah formal. Luar biasa perjuangan kiai muda dan istrinya Dik Nurul Laili Maulidiah ini. Masyaallah, bersama tim yang solid dan ahli di bidang masing-masing, dengan semua ikhtiar dan laku tirakatnya, sekarang sudah bisa bernapas lega bahkan sudah memaksa memberi bisyaroh pada saya haha. Saat saya mau pamitan awal tahun ini, eh malah dimasukkan dalam jajaran pengurus yayasan. Semoga buku tentang Dafindo segera tergarap ya, Dik.

Ada Pondok Pesantren Ppm Annida yang meminta saya gabung sejak lama, dan baru saya sanggupi 3 tahun setelahnya. Istikharah aja 3 tahun, saking cethek-nya kemampuan saya. Takut tidak amanah, khawatir mengecewakan. Alhamdulillah saat ini sistem makin baik, manajemen rapi, divisi usahanya sudah bisa memberikan sumbangsih yang lumayan untuk keperluan pesantren. Memang belum sesempurna harapan, tapi sudah jauh lebih baik. Peran Mudir yang luar biasa, perhatian yayasan, bantuan majelis keluarga sangat kereeen. Kini bisyaroh Ustadz mukim dan semua guru formalnya bisa bersaing dengan gaji guru lembaga favorit di kabupaten yang sama. Bahkan Ust lama bisa mendapat hadiah umroh.

Ada pondok pesantren Assaidiyah, Kepanjen Malang yang baru tahun 2021 akhir saya gabung. Ini juga alhamdulillah. Pokoknya banyak cerita.

::

Tapi…tapi…tapi, semua hanya berdasar pengalaman saya ya. Nggak bisa digebyah uyah. Satu hal yang saya yakini, lembaga apapun bisa awet hingga puluhan bahkan ratusan tahun ya karena kuasa Allah. Guru bertahan ya karena digerakkan Allah. Semua karena kersaning Gusti Allah. Lantaran tirakat para kiai, riyadloh sesepuh dan semua guru atau faktor X dan Y. Maka memohon pertolongan dan keberkahan dari Allah adalah wajib jib.

Ituh.

Wallahu a’lam.

Allahumma sholli alaa sayyidina Muhammad.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *