Fenomena Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz Mewah dan Megah tanpa Kiai/ Bu Nyai


Oleh: Luluk Farida Muchtar

Wahai orang tua,
Waspadalah dalam memilih pendidikan pondok pesantren buat generasi masa depan. Malpraktik pendidikan bukan hanya membahayakan masa depan anak didik tapi juga membahayakan masyarakat, bangsa, negara, alam semesta, bahkan agama.

Bacaan Lainnya

Pendidikan pondok pesantren merupakan pendidikan tradisional asli Nusantara. Dulu di masa Soeharto, pondok pesantren diabaikan oleh pemerintah, dianggap masyarakat sbg pendidikan rendahan, pendidikan orang miskin, kotor, kumuh, dan pinggiran. Sekarang?

Melihat kesuksesan ulama NU mendidik umat yang terbukti sukses menjaga pancasila dan Indonesia melalui pendidikan pondok pesantren, mereka (non NU seperti HTI, PK, slfy, wh*by, dkk.), ikut-ikutan mendirikan pondok pesantren. Saat ini kita bisa saksikan banyak rumha tahfidz. Juga kita saksikan banyak berdiri pondok pesantren tanpa kyai, tanpa ada kajian kitab kuning, tanpa ada keterlibatan masyarakat sekitar, dengan kurikulum yang berbeda dengan pondok pesantren NU yang merupakan pendidikan tradisional asli made in Nusantara. Pondok pesantren yang tiba-tiba berdiri kokoh di akhir jaman ini berangkat dari modal dana besar untuk pembelian lahan, pembangunan gedung megah dengan fasilitas mewah (gedung sekolah, asrama, beserta fasilitas lengkap), dan juga buat menyewa tenaga pendidik dan kependidikan. Kegiatan pembelajaran persis dengan sekolah pada umumnya hanya ditambah kegiatan wajib asrama layaknya pondok pesantren (boarding school).

Lalu diisi kegiatan pengajian Quran dan aturan mengerjakan menegakkan sholat dan pembiasaan budaya islam dalam kehidupan sehari-hari. Misal: sholat dan berbusana muslim. Umumnya mereka jualan program TAHFIDZ Quran. Pelajaran agama islam diberikan sebagaimana di sekolah umum, yakni tanpa disertai kajian sumber kitab warisan ulama terdahulu (kitab kuning). Santri tidak dibekali pembelajaran ilmu alat yang cukup untuk menjadi bekal dasar kajian memahami Quran Hadits sebagaimana pondok pesantren NU. Paling pol santri diajari bahasa Arab beserta cabang keilmuannya. Bayangkan bagaimana para santri ini bisa memahami ayat dan hadits tanpa memiliki bekal ilmu alat analisis teks agama seperti ulumul quran, ulumul hadits, ushul fiqih, akhlak tasawuf, dll.

Umumnya pendiri pesantren mewah dan megah ini tidak memiliki bekal ilmu agama yg layak masuk dalam kategori ulama. Sekali lagi umumnya, bukan berarti semua dan bukan berarti tidak memiliki ilmu pengetahuan agama. Sebab seharusnya (idealnya) yang namanya ulama itu memiliki keilmuan dan pengetahuan agama yang luas, dalam, yang dg ilmunya terpatrikan amal sholih dalam kehidupan, dan membawa maslahat bagi masyarakat dan alam. Sebagian dari pendiri pondok pesantren mewah megah ini adalah pebisnis yang memiliki semangat beragama tinggi lalu mengontrak tenaga pendidik untuk mengelola. Sebagian pendiri juga berlatar belakang pegiat agama yang memiliki link kuat dengan funding (bisa perorangan maupun lembaga, lokal, nasional, maupun internasional). Pendiri lalu menyewa tenaga profesional untuk mengelola pendidikan pondok pesantren yang dia dirikan. Para santri dibina sesuai arahan konsultan pendidikan yang kemudian pelaksanaannya dipertanggunghawabkan kepada musyrif/musyrifah, ustad/ustadzah, tenaga pendidik dan kependidikan bayaran. Di mana nilai barokahnya? Allahu a’lam.
Pondok pesantren mewah megah yang mendadak muncul dan besar di akhir jaman ini umumnya ditawarkan dengan biaya pendidikan yang fantastik mahal. Biaya pendaftaran aja mencapai puluhan juta. Itupun harus inden terlebih dahulu. Namun tidak sedikit mereka justru menawarkan program biaya gratis/ beasiswa.

Apa bedanya dengan pondok pesantren NU?

Pondok pesantren NU biasanya berdiri karena pengakuan masyarakat terhadap perjuangan seorang ulama yang terbukti keilmuan dan pengabdiannya memberikan maslahat kepada masyarakat. Pendiri diakui sebagai ulama karena keilmuan dan prilakunya yang sholih serta membawa maslahat bagi umat. Ilmu para ulama ini mendorong masyarakat untuk belajar kepada mereka. Karena masyarakat merasakan manfaat dan kemaslahatan dr kesalihan dan keilmuannya, maka masyarakat rela mengabdikan diri, menjadi murid, dan tinggal bersama sang ulama. Di sinilah pondok pesantren kemudian berdiri bersama masyarakat, oleh masyarakat, karena barokah ilmu, keikhlasan, dan amal sholih para ulama. Nilai manfaat dan barokah ini menurut saya yang paling khas membedakan antara pondok pesantren NU dengan pondok pesantren mewah megah yang banyak bermunculan akhir-akhir ini. Kalaupun saat ini ada pondok pesantren NU yang besar mewah dan megah, biasanya perkembangannya cukup lama bahkan sdh turun temurun. Atau jika tidak, biasanya pondok pesantren NU didirikan oleh santri dari ulama NU atau oleh keturunan ulama NU yang memiliki keunggulan sehingga cahayanya dirasakan oleh masyarakat sekitar. Di sinilah nilai barokah dan manfaat itu terbukti nyata bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Produk pendidikan pondok pesantren NU sejauh ini terbukti nyata sanggup menghadapi dan melawan berbagai upaya kelompok radikal yang berusaha meruntuhkan kesatuan NKRI melalui berbagai isu agama, sosial, ekonomi, bahkan politik. Semisal meruntuhkan ideologi khilafah yang menganggap pancasila thoghut. Kenapa? Sbb di pesantren NU, santri tidak hanya dipinterkan akalnya saja, tapi juga dilatih tirakat, latihan jiwa, tawadlu, dan akhlak, sehingga memiliki ketahanan menghadapi ujian yang berat akibat dari berbagai ujian hidup seperti kemiskinan, keterpurukan, dan kekacauan akibat dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Kemiskinan dan terpinggirkan tidak membuat santri kehilangan akhlaknya dalam amar ma’ruf nahy munkar kepada masyarakat, pembesar dan para pemimpin negara. Ulama berperan aktif menjadi penasihat umaro. Umat tidak mudah terprovokasi karena terpatri akhlak yang tinggi. Inilah produk pondok pesantren NU yang membedakan dengan pondok pesantren komunitas lain.

Yang aku heran kok banyak masyarakat Indonesia yang tertarik memasukkan anaknya ke pesantren tahfidz tanpa kyai, tanpa ulama, tanpa kajian kitab kuning, sampe rela bayar puluhan juta antri beberapa tahun?
Padahal oh padahal, outputnya belum teruji. Nilai barokahnya di mana juga kan gak ada kyai yang ahli ngaji suci hati. Tidak ada pula ulama yang nirakati. Bahkan santri tidak dibekali ilmu pengetahuan dari kajian kitab warisan ulama pewaris nabi. Santri tidak dibekali pelajaran akhlaq tasawuf yang akan membentengi diri dari efek aneka hoax dan provokasi berbasis agama yang banyak menyebar di akhir jaman. Yang saya khawatirkan justru output pondok pesantren mewah megah tanpa kyai ini akan menjadi generasi masa depan yang lemah daya tahannya dalam menangkal provokasi dan adu domba berisu sensitif agama sehingga mereka bisa menjadi ancaman masa depan bangsa dan negara. Mereka akan rawan menjadi generasi masa depan yang mudah dikhowarijkan oleh golongan extrimis dan radikalis. Yang ngeri tuh ada pesntren dari mereka (non NU) yang pengasuhnya mengeksploitasi para santri dan mencabuli/ pemerkosaan 12 santrinya. Dari aksi bejat tersebut, 7 santri melahirkan 9 bayi.

Masihkah Anda percaya menitipkan generasi muslim masa depan kepada pesantren tahfidz tanpa Kiai tanpa sanad ilmu sampai nabi?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *