Muktamar NU tinggal menghitung hari. Dalam 80 hari ke depan, hajat lima tahunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan diselenggarakan. Desember tahun ini akan menjadi saksi momentum yang terekam sejarah di Indonesia. Banyaknya survei yang telah bermunculan di jagat media merupakan salah satu tanda betapa besarnya pengaruh tokoh yang akan terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) PBNU.
Sebagai kader NU yang masih amatir, saya sadar betul bahwa kapabilitas yang saya miliki sangat jauh dari “pantas” untuk mengulas tentang Muktamar NU. Oleh karenanya, saya sekadar memeriahkan peristiwa bersejarah ini dengan merangkum 3 tokoh yang paling berpotensi menjadi calon Ketum PBNU.
Sebelumnya, karena pemilihan Rais Aam PBNU dipilih menggunakan metode ahlul halli wal aqdi (Ahwa), yakni konsensus antara representasi ulama-ulama sepuh Indonesia, maka pemilihan calon Ketum PBNU akan fokus di posisi tanfidziyah. Berikut ini 3 tokoh nasional yang paling berpotensi memimpin PBNU periode selanjutnya.
K.H. Yahya Cholil Staquf
Ulama yang pertama sudah tidak asing di media, K.H. Yahya Cholil Staquf atau lebih akrab disapa Gus Yahya masuk dalam bursa pemilihan calon Ketum PBNU. Gus Yahya merupakan kakak dari Gus Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama RI) asal Jawa Tengah.
Selain dikenal sebagai Wantimpres tahun 2014—2019, Gus Yahya sempat viral karena kunjungannya ke Israel pada 2018. Jadi, sebagai tokoh nasional, Gus Yahya sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya warga Nahdliyin.
K.H. Said Aqil Siraj
Calon selanjutnya tentu saja K.H. Said Aqil Siraj. Sebagai incumbent, Kiai Said memiliki potensi yang cukup besar untuk terpilih lagi menjadi Ketum PBNU. Jika menang, Kiai Said akan memimpin lagi organisasi masyarakat terbesar selama tiga periode.
Ulama dari Jawa barat yang karismatik ini—dilansir dari laman resmi LDNU Pusat—secara khusus didorong oleh TGH. L. Turmudzi Badaruddin untuk memimpin kembali PBNU. Tuan Guru Bagu panggilan akrabnya, mengatakan bahwa NU membutuhkan figur pemimpin yang memiliki kapasitas keilmuan dan kepepimpinan yang mumpuni, alim dan akademisi. Kriteria tersebut ada pada sosok K.H. Said Aqil Siroj.
K.H. Marzuqi Mustamar
Sebagai daerah dengan jumlah warga Nahdliyin terbanyak di Indonesia, Jawa Timur memiliki calon kuat yang dijuluki sebagai “Singa Pembela Ahlussunah wal Jamaah dari Malang”, yakni K.H. Marzuqi Mustamar. Besarnya potensi Kiai Marzuqi menjadi calon Ketum PBNU karena track record beliau sangat jelas dalam memimpin NU. Pengalamannya memimpin PCNU Kota Malang dua periode, kemudian memimpin PWNU Jawa Timur ialah bekal yang lebih dari cukup untuk memimpin PBNU.
Selain terkenal dengan kealimannya, Kiai Marzuqi merupakan ulama yang amat gigih memperjuangkan Islam wasatiyah dan tegas terhadap kelompok-kelompok takfiri. Kontribusi Kiai Marzuqi telah diakui secara nasional maupun internasional. Terbukti pada 2020, Kiai Marzuqi dinobatkan sebagai Man of the Year Jatim dari Anugerah TIMES Indonesia dan mendapat kehormatan sebagai Duta Internasional Perdamaian dari Founder Vision of Peace Awards Indonesia (VPAI) Damien Dematra.
Ketiga tokoh di atas merupakan ulama kebanggaan kader-kader NU. Namun, dalam konteks pimpinan tanfidziyah, calon Ketum PBNU tentu lebih diutamakan yang memiliki kemampuan manajemen organisasi, ketegasan, networking, dan juga menguasai wawasan pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan kebangsaan yang memadai. Hal lain yang sangat dibutuhkan pada zaman ini ialah jaringan yang sampai akar rumput dan aktif di media sosial. Sebab, risiko menjadi Ketum PBNU pasti akan diserang secara masif dari golongan-golongan di luar Ahlussunah wal Jamaah, terutama mereka yang anti-Pancasila. Wallahu a‘alam.
Febi Akbar Rizki | Waka III PC IPNU Kota Malang & Editor Portal NUvoice